Friday 25 September 2015

Selamat Datang di WC Pria


NAMANYA saja WC Pria, tentu saja untuk pria. Kalau di tempat-tempat umum yang biasa menyediakan WC, biasanya ditandai dengan lambang manusia yang tidak pakai rok. Di bawahnya bertulisan “Man”. Entah mengapa tidak ada yang bertulisan “Pria”. Mungkin yang bikin bukan orang kita. Ah, Indonesia bikin benda seperti ini saja tidak bisa.

Beberapa masa kemudian, seorang teman menunjukkan gambar yang diperolehnya dari internet, ada logo WC yang bertulis pria. Saya langsung berbinar. Penemuan berharga itu langsung mengubah persepsi saya, dan saya kembali mencintai Indonesia. Walau hingga saat ini saya belum sekalipun menemukan yang demikian di alam nyata.

Tapi sudahlah, apalah arti sebuah simbol, yang penting kalian bisa mengenali dan tidak salah masuk. Sebab kalau keliru, bisa gawat, boy. Alarm alami yang dipunyai wanita otomatia bunyi. Diteriaki Bung! Atau ya minimal Anda dipelototi sambil ditegur begini: Maaf (eh, kadang juga gak pakai maaf), apa Anda tidak bisa baca! Anda buta?

Memang egois, tapi ya begitulah wanita. Reaktif, pemarah, tak mau disepelekan, dilecehkan, suka nangis, suka mendiamkan prianya hingga berhari-hari, ingin selalu dinomorsatukan, anti dipoligami dan banyak lagi. Ironisnya, mereka tetaplah menjadi makhluk yang menyenangkan bagi kita, bagi pria.

Bagaimana dengan wanita sendiri? Inilah bedanya dengan pria. Wanita boleh ngintip, terang-terangan juga boleh. Apa pria marah? Tak sanggup rasanya hati ini marah. Malah ada yang senang. Bangga diintip wanita. Pria memang beda.

Pria-pria memang biasa terbuka dengan siapa saja. Dengan makhluk cantik bernama wanita, apalagi. Tak ada pria yang marah kalau wanita salah masuk WC. Padahal belum tentu wanita akan selalu aman buat mereka. Siapa yang bisa jamin kalau wanita tidak bakal melirik ke arah bagian-bagian tertentu yang mereka sukai dari tubuh lelaki. Atau berbuat sadis. Banyak di koran dan televisi yang memberitakan ada wanita yang membunuh suaminya atau yang mendalangi pembunuhan. Pemerkosaan dan lainnya. 

Begitupun dengan blog ini. Silakan para wanita masuk blog WC Pria. Mau sekadar mengintip ataupun mau numpang “pipis” (berkomentar dan segala macamnya) juga monggo. Sekali lagi, karena pria lebih terbuka, sedangkan wanita selalu ingin dimengerti. Itu saja.

Mengapa harus WC Pria, karena WC bagi pria (mungkin wanita juga) bukan sekadar tempat buang hajat. Pipis beol setelah itu sudah. WC telah menjadi tempat segalanya. Tempat merenung, tempat merokok, kadang memang klop juga sih merenung sambil merokok. 

Kalau pas kebetulan mulas, sembari menuntaskan sesuatu yang memang saatnya untuk dikeluarkan, merokok sambil jongkok dan merenung di WC itu rasanya nikmat banget. Tidak perlu kita harus repot bersopan-santun dan sok menjaga kesehatan orang yang tidak merokok di sekitar kita. 

Tidak perlu takut ditegur, karena setahu saya belum ada satupun WC di daratan ini yang ditempeli stiker peringatan bergambar rokok disilang merah. Jadi selama tidak ada itu, WC masih menjadi zona aman untuk merokok.

Dulu ada kawan yang mengeluh mulas dan minta izin mau ke belakang, tapi malah lari ke depan. Mau ke warung dulu katanya. Beli rokok. Dia mengaku tak pernah merasa puas kalau beol tanpa rokok. Seperti sayur tanpa garam, seperti langit tanpa bintang, seperti lelaki jomblo tanpa sabun. Entah metabolisme tubuh macam apa yang dipunyainya sampai-sampai tak bisa beol tanpa rokok. Saya pernah coba, ternyata nikmat juga.

WC bagi pria juga semacam tempat privasi, tempat yang cukup pribadi. Walaupun banyak juga pria yang buang hajat sembarangan. Di bawah pohon, tiang listrik, rerimbunan semak, ATM, telepon umum, sudut toko, sambil komat-kamit minta izin; “Mbah…cucu numpang pipis…”

Bahkan ada yang kebelet saat nyetir. Dengan cukup meminggirkan mobilnya, membuka pintu dan menjadikannya semacam pembatas dengan alam terbuka, lalu cuuurrr…nyucinya pakai air mineral kemasan, sisa airnya dia pakai lagi buat minum. Atau pakai daun. Biasanya ini buat yang tidak nemu air dan kebetulan melakukan ritual tersebut di dekat pohon. Kalau tidak punya daun dan air, kadang juga cukup dijentik, tik, tik, tik. Sudah.

WC kadang juga menjadi tempat memuaskan nafsu (jangan ngeres dulu), amarah, menangis. Kalau menangis biasanya pria paling anti ketahuan orang, apalagi ketahuan wanita. Kalau ketemu WC, tinggal kunci pintu, nyalakan kran, sudah deh mewek. Menangislah sang pria sejadi-jadinya. Lebay!

Dan Entahlah, sudah sejak kapan WC menjadi tempat untuk menggali ide cemerlang. Dalam sebuah wawancara di televisi, salah satu artis, penulis, sekaligus pencipta lagu terkenal di zamannya Dik Doang mengaku hanya bisa berpikir cemerlang, memproduksi semua ide-idenya saat duduk di kloset. 

Sampai-sampai hanya untuk keperluan memunculkan kesan sedang berada di dalam WC, dia sampai menaruh kloset di ruang kerjanya. Sehingga ketika dia kehabisan ide saat menulis atau menciptakan lagu, maka dia berpindah dari kursi kerjanya dan duduk di kloset. Dan secara ajaib, ide itu berhamburan keluar dari benaknya seperti hujan deras yang turun dari langit. Wow!

Kadang, ketika si pria-pria kesepian tak punya kawan curhat, dia masuk WC. Bicara sendiri. Ruang WC yang sempit dan tertutup rapat biasanya akan menciptakan pantulan-pantulan suara yang sedikit berbeda dari aslinya. Maka jadilah dia sebagai lawan bicara yang mengasyikkan, tidak “ember”, rahasia terjamin, tidak pernah nyolot atau malah balik menyalahkan kita, tak pernah mendebat. Pokoknya paling memahami kita deh. Gila!

Seorang orator pemula, kadang tak cukup hanya cermin yang dia jadikan media berlatih. Tahukah Anda, sebelum sampai cermin dia akan berlatih pidato sejadi-jadinya di dalam WC. Membayangkan sedang berbicara di depan kerumunan massa, berdiri di atas podium agung. Dengan gagah memegang gayung yang didekatkan ke mulut, dan mulailah berorasi dengan kalimat standar; saudara, saudara!

WC juga kadang bisa menjadi tempat meludah, membuang puntung rokok, menjadi semacam asbak. Memang kesannya jorok, tapi ini masih lebih sopan ketimbang membuang pembalut, tissue bekas ngelap kosmetik dan sejenisnya. Kalau sudah pembalut yang dibuang, alamat mampet. Ujung-ujung keluar duit buat manggil tukang sedot WC. 

Makanya, di kebanyakan WC umum sering dipasang peringatan agar tidak membuang pembalut, tissue dan puntung rokok ke dalam lubang kloset. Maknanya apa? Karena lubang WC biasanya jadi tempat pembuangan barang begituan. Tapi yang jelas tidak ditempeli larangan merokok. Hanya saja kalau membuang puntung jangan ke dalam lubang.

WC seakan sudah menjadi teman paling setia bagi kita. Tak pernah terbatuk-batuk mendengar suara pals kita bernyanyi, tak pernah mengumpat saat kita meludahi, tak pernah menjadi paparazzi dan menyebarkan foto wajah kita yang bersemu merah, bergetar hebat saat berjuang melepaskan sisa makanan dari dua lubang saluran pembuangan di tubuh kita. Atau mempublishnya lewat Instagram dan youtube ke dunia maya ketika menyaksikan kita melakukan sesuatu yang bersifat sangat pribadi. 

Kalaupun pernah terjadi, ada video yang disebar di internet, pelakunya jelas bukan dia. WC tak pernah menusuk dari belakang. Tak pernah juga merasa cemburu ketika kita ketahuan pipis dan beol di WC lain.

WC juga tak pernah menuntut kita membersihkannya setiap saat. Kadang saat kita malas, menyiram sisa kotoran saja kita sering lupa. Tak pernah juga dia merengek-rengek minta dibelikan kamper wangi, pengharum ruangan ber-timer, atau menaruh lukisan bunga untuk mempercantik penampilan. 

Semua terserah kita. Sepanjang kita betah dengan dia, sebau, seburuk apapun penampilannya, WC tetap setia melayani tuannya. Kadang juga bisa dimanfaatkan untuk mendatangkan uang. Walau hanya recehan, tapi lumayan.

Bagi para jomblower tulen, WC kadang bisa lebih indah dari kesakralan sebuah kamar pengantin, lebih mewah dari sebuah kamar hotel kelas melati, lebih setia dari mantan yang berpaling ke lelaki lain, atau istri bohai yang juga bisa berselingkuh di belakang kita. 

Kalaupun sesekali WC menerima pengguna lain, pastilah itu atas seizin pemiliknya. Sejorok apapun prilakumu, WC tetap menerimamu apa adanya.
Curhatlah di sini, menangislah di sini, marahlah di sini, berteriaklah di sini (tapi jangan kencang-kencang, malu kedengaran orang), meludahlah di sini, berbagilah di sini, berlatihlah di sini, berapa-apapunlah di sini. Di sini aman. 

Tapi maaf kawan, saya sedikit keliru soal logo WC Pria yang tidak pernah menyantumkan kata "Pria". Beberapa bulan setelah menghantarkan tulisan ini di blog saya, saya pulang bepergian menggunakan pesawat. Setiba di Bandara Syamsuddin Noor Banjarbaru, saya kebelet pipis. Singgahlah saya di WC di sebelah pintu keluar kedatangan. Di situ saya melihat logo gambar orang tanpa rok dan bertulisan " Pria". Saya surprise sekaligus tepekur. Oh Tuhan, ternyata saya terlalu asosial. ()



No comments:

Post a Comment